Oleh Anisa Wijayanti
Menginjak masa remaja/ puber, setiap
manusia mulai menyukai lawan jenisnya. Rasa suka itu mendorong kita untuk bisa
dekat dengan orang yang kita sukai sampai akhirnya dengan pendekatan yang
intensif si dia bisa ditaklukan dan resmi dalam satu hubungan pacaran. Menginjak usia yang semakin dewasa, sebuah
hubungan akan berakhir pada pernikahan dan pernikahan tidak bisa lagi dilandasi
hanya dengan ketertarikan pada lawan jenis. Sebuah hubungan yang dibangun oleh
dua orang yang saling mencintai harus disokong oleh pondasi-pondasi yang kuat
diantaranya oleh kepercayaan, rasa tanggung jawab dan keberanian berkomitmen.
Kepercayaan berarti sebuah keyakinan
untuk menjalani kehidupan bersama orang yang telah kita pilih untuk seumur
hidup kita. Tentu ini bukan hal yang mudah, menempatkan seseorang yang sejak
kecil tumbuh di dunia yang berbeda dan punya pikiran yang berbeda sebagai
seseorang yang kita yakini akan mendampingi sisa hidup kita mungkin terkadang
akan menimbulkan keraguan, akankah kecocokan itu bertahan lama? atau akan
terhapus seiring usia?. Ketika sebuah hubungan mulai berjalan dan kepercayaan
mulai dipertanyakan, pondasi tanggung jawab akan mengingatkan kita dari berlari
ke arah yang salah. Rasa tanggung jawab terhadap pasangan, dan keluarga yang
telah dibangun, apalagi jika sudah disertai anak-anak akan cukup membuat
langkah kita terhenti dari pengambilan keputusan yang salah atas dasar emosi
atau kepercayaan yang tergerus waktu.
Pondasi ketiga yang paling penting
adalah komitmen. Komitmen yang di bangun oleh dua orang yang berjanji untuk
hidup bersama disaksikan oleh Allah dan para malaaikat saat ijab qabul
dilaksanakan. Sebuah janji suci pernikahan bukanlah suatu lelucon untuk
dipermainkan oleh emosi. Saat berkomitmen, sudah seharusnya kita menyadari
bahwa di dalamnya pasti akan ada banyak ujian. Layaknya seseorang yang masuk ke
sebuah perguruan tinggi, sebenarnya saat mendaftar secara tidak sadar dia telah
mengatakan “Silahkan beri aku tugas-tugas dan ujian agar aku bisa menjadi
lulusan yang baik”. Pernikahan pun begitu, ketika komitmen terucap sesungguhnya
kita telah siap menghadapi ujian agar bisa tumbuh menjadi orang yang semakin
dewasa dan semakin baik untuk bisa mencetak/ melahirkan generasi penerus yang
baik. Maka, setelah komitmen diucapkan, masihkah kita layak mengeluh saat
mendapatkan masalah? Bukankah itu adalah sebuah pilihan yang teah kita ambil?
Mari
belajar untuk semakin menguatkan pondasi dalam hubungan yang telah kita jalin
bersama orang yang kita cintai. Penulis juga masih belajar untuk itu, :)
0 komentar:
Posting Komentar