Ketika masa kanak-kanak
dahulu, aku sering mendengar orang berkata, “Jangan banyak bermimpi, nanti
sakit rasanya kalau tidak terlaksana”, atau “Banyak mimpi itu menjadikan orang
menjadi malas, hanya sekedar melamun saja kerjaannya,”. Dari kata-kata ini kita
bisa melihat bahwa dahulu, orang berpikir bahwa impian, atau keinginan yang
terlalu tinggi malah akan membuat seseorang tinggi hati, malas bekerja/
beraktivitas dan hanya memikirkan mimpi/ khayalannya saja. Pikiran ini masih
berakar kuat hingga aku selesai SMA (Madrasah Aliyah). Dulu ketika di sekolah
dasar aku sempat ingin menjadi penulis, sangat ingin malah. Tapi hal itu
akhirnya aku kesampingkan karena aku berpikir itu tidak mungkin terwujud. Aku
hanya anak desa yang tidak mengerti harus belajar menulis pada siapa, rasanya
pintu untuk menjadi penulis tertutup dan keinginan itu menguap begitu saja.
Di bangku kuliah, aku mendapatkan input
pengetahuan yang baru. Gembar gembor mengenai novel Laskar Pelangi memulai
pencerahanku atas arti sebuah mimpi. Pikiranku mulai terbuka, seseorang
haruslah memiliki mimpi. Mimpi akan menunjukkan arah dan tujuan hidup
seseorang. Dari sinilah aku mulai berani mengungkap impianku lagi, tentang
menjadi seorang penulis, seorang guru, melanjutkan kuliah hingga S2, dan yang
terpenting menjadi seorang bidadari bagi anak dan nakhoda kapal kami.
Semua mimpi kita dapat terwujud, asalkan
kita punya keberanian untuk mewujudkannya" - Walt Disney. Disinilah
sebuah mimpi akan diuji, butuh keberanian dan aksi yang nyata untuk meraihnya,
seringkali mimpi itu begitu mudah terlintas. Tapi kita sendiri yang membuatnya
hilang karena membatasi diri. Menurut Ane Ahira, Zig Ziglar, motivator dunia mengkategorikan
orang-orang yang tidak mengembangkan bakatnya ke dalam 4 golongan. Orang
pertama adalah yang menyangkal dirinya memiliki bakat.
"Ah, saya tidak punya bakat apa-apa" sangkalnya. Ia
merasa tidak perlu berbuat sesuatu atau berkontribusi bagi orang lain atau
kehidupan umat
manusia. Orang kedua suka menunda-nunda. "Saya memang punya bakat. Tapi, tidak sekarang mengembangkannya. Mungkin besok, lusa atau nanti sajalah" begitu alasannya. Orang ketiga adalah yang merasa takut. "Sebetulnya saya ingin mengembangkan bakat saya. Tapi takut
gagal, daripada saya ditertawakan orang, lebih baik saya diam saja, bukankah lebih aman?" itu selalu yang dikatakannya. Orang keempat tidak mau bertanggung jawab. Dia selalu berdalih bahwa orang lain atau keadaanlah yang salah. "Bagaimana saya dapat mengembangkan bakat saya kalau orang di sekitar saya dan keadaan tidak mendukung" katanya menyalahkan keadaan.
manusia. Orang kedua suka menunda-nunda. "Saya memang punya bakat. Tapi, tidak sekarang mengembangkannya. Mungkin besok, lusa atau nanti sajalah" begitu alasannya. Orang ketiga adalah yang merasa takut. "Sebetulnya saya ingin mengembangkan bakat saya. Tapi takut
gagal, daripada saya ditertawakan orang, lebih baik saya diam saja, bukankah lebih aman?" itu selalu yang dikatakannya. Orang keempat tidak mau bertanggung jawab. Dia selalu berdalih bahwa orang lain atau keadaanlah yang salah. "Bagaimana saya dapat mengembangkan bakat saya kalau orang di sekitar saya dan keadaan tidak mendukung" katanya menyalahkan keadaan.
Lantas, apa hubungannya pendapat Zig Ziglar
tersebut dengan mimpi-mimpi kita?. Keempat tipe orang di atas bisa jadi
terkumpul dalam diri kita dan membatasi setiap mimpi yang kita rancang. Pikiran
bahwa kita tidak cukup memiliki bakat untuk meraih mimpi yang telah kita
rencanakan akan membuat rasa percaya diri hancur dan nyali untuk berbuat
menjadi ciut. Akhirnya, mimpi yang kita rencanakan tidak akan pernah bisa
terlaksana karena rasa percaya diri yang ciut membuat kita akhirnya memilih
untuk melupakan mimpi kita. Alasan lain yang bisa menghalangi mimpi adalah suka
menunda-nunda, ini dirasakan oleh penulis sendiri yang seringkali menunda-nunda untuk menulis dengan alasan
kesibukan. Ini menandakan bahwa kita tidak lagi memprioritaskan mimpi yang
ingin diraih. Pada akhirnya, semangat untuk meraih mimpi menghilang dan
terlupakan begitu saja. Perasaan ketiga dan keempat yang bisa membatasi mimpi
adalah rasa takut dan keengganan bertanggung jawab atas mimpi yang dipilih.
Rasa takut gagal membuat kita mengurungkan niat untuk melakukan apa-apa. Mimpi
yang tidak disertai rasa tanggung jawab untuk merealisasikannya juga akan
membuat mimpi menguap begitu saja. Pada intinya, setiap mimpi butuh perjuangan
untuk meraihnya, tidak ada sesuatu yang instan yang bisa didapatkan tanpa kerja
keras untuk sebuah pembuktian atas mimpi yang kita rancang, mari mengatakn pada
diri kita untuk mau bermimpi dan berusaha mewujudkannya, semangat!
0 komentar:
Posting Komentar