Oleh Anisa Wijayanti
“Tamy!” Sebuah teriakan terdengar jelas di suara
Tamy, suara yang tak asing lagi baginya. Suara yang telah ia tunggu sejak
setengah jam yang lalu di sebuah terminal panas dan jauh dari kata nyaman.
“Hari ini kita kemana?” Tanya Ado tanpa berbasa-basi terlebih dahulu. “Kemana
saja,” jawab Tamy ketus. Ditatapnya Ado yang membuatnya jengkel karena harus
menunggu lama dan akhirnya datang tanpa rasa bersalah. “Kakak tuh gimana sih? aku
udah bête nunggu kakak dari setengah jam yang lalu. “ “Ia Tamy manis, kakak
minta maaf. Tadi kakak harus nyelsein kerjaan kakak dulu” jawab Ado. “Hmmmm,..baiklah.
hari ini antar Tamy beli buku ya,”
rengek Tamy. “Ayo, tunggu apa lagih,” Ado hanya bisa mengiyakan. Akhirnya Tamy
dan Ado berangkat menggunakan sepeda motor Ado
menuju toko buku yang disebut-sebut Tamy sebelumnya. Di perjalanan,
dipandanginya wajah Tamy dalam-dalam. Tidak terasa, gadis kecil yang selama ini
selalu bersamanya kini telah tumbuh dewasa.
Ado dan Tamy berteman sejak kecil. Rumah mereka berdekatan di salah satu kampung di Tasikmalaya. Ado kini
sudah bekerja di kantor BPK Perwakilan Bandung, sementara Tamy masih kuliah
semester akhir di salah satu universitas negeri di kota yang sama. Sejak kecil
Ado dan Tamy selalu bersama hingga saat ini tak terasa kuda-kuda usia telah
mengantarkan mereka ke gerbang usia dewasa. Gadis kecil yang selama ini
bersamanya tak lagi tampak sama.
Sementara itu Tamy memandangi Ado
diam-diam. Akhir-akhir ini Tamy menemukan sosok yang berbeda pada diri Ado. Ado
mulai tampak acuh tak acuh padanya. Kesibukan Ado sebagai seorang auditor kini
membuatnya semakin jauh dari Tamy. Tamy merasa sebuah tembok perlahan terbangun
di antara mereka. Sebelumnya kata perpisahan pernah terasa sangat menyakitkan di
saat Tamy masuk SMA dia harus rela berjauhan dengan sahabat baiknya karena Ado
harus kuliah di STAN Jakarta. Meski jarak terbentang jauh di antara keduanya, komunikasi
diantara mereka masih terjalin dengan sangat baik. Ado banyak bercerita
mengenai kehidupan kampusnya sementara Tamy bercerita mengenai masa-masa SMA-nya
yang ceria. Takdir akhirnya menyatukan kembali dua sahabat itu saat Ado
ditempatkan di kantor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat di Bandung dan Tamy
tengah kuliah di sana. Tapi ternyata, berada di kota yang sama malah membuat
hubungan keduanya merenggang. Tamy dengan sikapnya yang manja seringkali
membuat Ado kerepotan dibuatnya. Tamy merasa menemukan kembali sahabat yang
sangat dirindukannya ketika Ado ditempatkan di kota yang sama dengannya. Minta
diantar kesana kemari, melewatkan banyak waktu berdua sekedar makan atau nonton
di bioskop hingga bersikap manja ketika dirinya sakit. Di saat yang sama Ado
mulai berpikir dengan realita yang ada, pekerjaannya yang menumpuk hingga
seringnya dinas luar ke luar kota membuatnya tak bisa meladeni Tamy dengan
segudang sikap manjanya. Akhirnya waktu membuat keduanya menjauh dan semakin
menjauh sampai akhirnya hari ini keduanya kembali bertemu. “Kak, aku lapar.
Kita makan yuk,” lagi-lagi Tamy merengek manja. “Baiklah kita mampir di kafe
favorit kita ya,” jawab Ado. Tamy tersenyum sumringah. Dia selalu senang
melewatkan waktu berdua bersama sahabat yang telah dianggapnya sebagai kakak di
tempat-tempat seperti ini. Harus Tamy akui, sebuah rasa manis dan nyaman selalu
menghiasi sudut hatinya kala ia bersam Ado. Waktu berlalu dan Tamy menghabiskan
makanannya dengan lahap. Di sela-selaacara makan mereka Ado mulai membuka
pembicaraan. “Tam, Senin depan kakak ada pemeriksaan ke Garut selama sebulan.
Kamu baik-baik disini ya, nanti kakak bawakan oleh-oleh,” ungkap Ado. “Yaaaah,
Tamy ditinggal lagih, pasti disana kakak sok sibuk. Gak bisa nerima telepon Tamy
lama-lama lah, gak bales sms Tamy karena kerjaan kakak banyak lah,” Tamy mulai
merengek. “Eh, jangan gituh. Kakak kan harus kerja nanti Tamy juga pasti ngerti
kalau Tamy udah kerja. Yasudah kita pulang sekarang ya,” jawab Ado tanpa
meladeni rengekan Tamy dengan serius.
Sepanjang perjalanan, mendung
menghiasi muka Tamy. Apa gerangan yang membuatnya seolah tak rela saat orang
yang dipanggilnya kakak ini harus pergi jauh darinya. Bukankah hubungan
keduanya tak lebih dari sahabat. Lantas, kenapa harus ada perasaan seperi ini.
Batin Tamy bertanya-tanya hingga dia tak menyadari bahwa motor Ado telah sampai di halaman
kosannya. “Tamy, sudah sampai,” kalimat
Ado menyadarkan Tamy dari lamunannya. “Ah, iya kak. Tamy turun dari motor dan
menghampiri Ado. “Kakak hati-hati ya disana. Kasih kabar Tamy,” ungkap Tamy
dengan mata berkaca-kaca dan wajah yang muram. “Iya, iya. Sudah jangan cemberut
gituh. Kayak kakak mau ke luar negeri aja. Garut-Bandung kan deket,” jawab Ado.
Tamy hanya tersenyum simpul dan masuk ke
kosannya.
Senin pagi, Tamy merenung menatap
layar hapenya dalam-dalam. Haruskah dia mengirim sms untuk Ado. Ah,.. tapi di
saat seperti ini Ado pasti lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan smsnya
yang ada nanti Tamy malah jenuh menanti balasan dari Ado. Biarkan saja, ucapnya
dalam hati.
Di sebuah tempat yang berbeda, di tengah sejuknya
kota Garut dengan senyum warganya yang ramah Ado telah tiba di sana bersama
rekan-rekan satu timnya. Dalam pembukaan di kantor Pemda Garut Ado diam-diam
menikmati sebuah senyum indah milik seorang gadis yang perlahan-lahan menyusup
mengisi ruang hatinya. Seorang gadis yang akan bekerja sama selama satu bulan
kedepan bersamanya. Tiba-tiba suara asing membuyarkan lamunannya. “Do, kita
satu tim. Kenalkan aku Meka,” ungkap gadis yang sejak tadi mengisi lamunan Ado.
“Ya, aku tahu. Kamu lulusan dari ITB dan baru bergabung beberapa bulan yang
lalu kan, senang bisa satu tim denganmu,” jawab Ado sekedar berbasa-basi. “Semoga
kita bisa bekerja sama dengan baik ya,” ujar Meka. Ah, akhirnya gadis itu menyapaku, ujar Ado dalam hati.
Melewati hari-hari bersama Meka sebulan penuh
benar-benar membuat Ado lupa akan gadis kecilnya yang selalu cemberut setiap
hari menantikan kabar darinya di Bandung sana, Tamy. Meka dengan kecerdasan,
kecantikan dan postur tubuhnya yang semampai bagaikan bidadari yang Tuhan
turunkan untuk bisa menemaninya setiap hari. Diskusi-diskusinya dengan Meka
seringkali berujung pada obrolan-obrolan yang panjang yang semakin mengarah ke
hal yang lebih pribadi. Meka perlahan-lahan membuat Ado merasakan cinta. Sebuah
rasa yang tak pernah dirasakannya selama ini dengan gadis manapun. Ado berharap
Meka membalas cintanya dengan hati terbuka.
Menjelang akhir masa pemeriksaan di kota Garut, Ado
mulai gundah karena dia takut kehilangan momen-momen yang menyenangkan bersama
Meka. Rutinitas kantor yang padat dan ruangan yang berbeda membuatnya merasa
akan ada sebuah penghalang yang membuatnya sulit menemukan hari-hari indah
dengan perbincangan menyegarkan bersama gadis itu lagi. Ketakutannya akan
kehilangan waktu-waktu yang menyenangkan bersama Meka membuat Ado merasa harus
segera mengutarakan perasaannya. Lama Ado merenung hingga akhirnya suatu malam
dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaanya yang sesungguhnya. Ternyata
gayung bersambut, Meka menerima cinta Ado dengan senang hati. Waktu sebulan
cukup untuk membuat Meka yakin bahwa Ado adalah seorang laki-laki yang baik.
Hanya saja Meka menginginkan sebuah pernikahan yang cepat. Kaget Ado mendengar
keinginan gadis cantik yang ada di hadapannya. Pernikahan, sebuah kata yang masih
jauh dari pikirannya. Ado tadinya hanya berniat untuk memastikan perasaan Meka
saja. Ternyata Meka enggan untuk berhubungan lama-lama tanpa arah dan tujuan
yang jelas mengingat usianya yang kini tak lagi muda, 25 tahun. Dengan hati
berdebar Ado menyanggupi keinginan Meka untuk segera membuat action yang jelas untuk hubungan yang
baru dibinanya. Ado berjanji akan melamar Meka sesegera mungkin. Ado hanya
meminta waktu untuk meyakinkan kedua orang tuanya. Insyaallah tidak akan ada
masalah dari kedua orang tuaku karena mereka sudah lama mendesakku untuk
menikah. Pikirnya dalam hati.
Ado melewati jalanan meninggalkan Garut menggunakan
mobil kantor dengan hati berbunga. Dilihatnya Meka di bangku belakang terus
menatap punggungnya yang duduk di samping Pak Marno yang menyetir. Melihat
pemandangan itu sontak rekan-rekan satu timnya menyoraki mereka. “Sepertinya
perjalanan ke Garut kali ini membuahkan hasil ya Do,” ujar Nana rekan satu tim
Ado. Ado hanya tersenyum dan menatap Meka yang tersenyum malu-malu di bangku
belakang.
Setiabanya di Bandung, Ado sama sekali tak menyadari
bahwa dia meninggalkan seseorang yang selama ini menantinya dengan sepenuh hati
yakni Tamy yang selama ini mengirimkan sms padanya tapi tak pernah berbalas.
Meneleponnya berkali-kali tapi tak dijawab. Tamy yang menunggu dengan
debar-debar cemas dan khawatir yang membuahkan kegelisahan selama hamper
sebulan lamanya. Tamy yang mengetahui bahwa hari ini Ado pulang mendatangi
kosan Ado tepat di hari kepulangannya. Ado melihat Tamy tengah berdiri di
hadapan pintu kamar kosannya. “Kak, Ado! Kemana aja? Tamy sms gak pernah
dibales, ditelepon juga gak pernah diangkat. Tamy jadi kuatir,” ucap Tamy
menyambut kedatangan Ado dengan muka cemberut. “Kakak sangat sibuk Tam, maafin
kakak ya. Kakak cape sekali, fuuuh yuk masuk,“ jawab Ado. Ado dan Tamy memasuki
kamar kosan dengan suasana yang masih dingin. Rupanya adiknya ini sangat marah,
pikir Ado.“Tam, uda makan siang belum? kakak lapar, kita makan sembari ngobrol
yuk di luar. Kakak traktir sekalian kakak mau cerita,” ujar Ado. Mendengar hal
itu Tamy sangat senang, dia merasa mendapatkan waktu untuk berduaan dengan Ado.
Di café, Tamy mendapati kenyataan yang berbeda
dengan bayangannya. Ado bercerita dengan bangga bahwa di Garut ia bertemu
dengan Meka dan sekarang mereka telah berpacaran. Tamy menelan ludah dengan
sakit yang amat sangat di relung hatinya. Tak pernah dia sangka bahwa Ado yang
selama ini dikhawatirkannya ternyata malah asyik pacaran di Garut sana.
Salahkah ia yang menunggu Ado? Atau salahkah Ado yang mengkhianatinya. Tidak,
Ado sama sekali tidak berkhianat karena selama ini tidak ada hubungan apa-apa
antara dirinya dan Ado. Lalu kenapa hati Tamy harus sesakit ini pikirnya. Belum
cukup sakit itu ia terima, ado kemudian melanjutkan ceritanya untuk mengajak
Tamy berkenalan dengan Meka dan menemani mereka memilih cincin pertunangan. Ya
ampuuuuuuuun secepat itukah kak Ado akan pergi meninggalkannya tanpa aba-aba.
Batin Tamy bergemuruh tak menentu. Hatinya luluh lantak tergulung ombak cinta
yang membuatnya terombang ambing tak menentu. Disembunyikannya semua kesedihan
itu dalam senyum antusias menyimak cerita Ado. Tamy kemudian menyanggupi untuk
menemani Ado dan meka memilih cincin tunangan mereka di esok hari. Perbincangan
hangat antara dirinya dan Ado kala itu bagai sebuah bongkahan es yang membeku
di kedalaman hatinya. Tamy menangis dalam senyumnya yang manis.
Sepulang dari kosan Ado Tamy
menangis semalaman di kamar kosnya yang sempit seorang diri. Menangis menyesali
kebodohannya menunggu Ado selama sebulan kemarin, bahakan selama
bertahun-tahun. menangis menyesali dirinya sendiri yang tidak dengan segera
mengungkapkan semuanya pada Ado sebelum Ado memiliki calon isteri seperti
sekarang. Apa yang harus dilakukan olehnya jika dia harus menyaksikan Ado yang
sangat dia cintai bersanding dengan wanita lain di pelaminan. Oh tuhan sungguh
ini semua begitu mengejutkan.
Hari yang ditakutkan Tamy akhirnya
tiba, hari ini Tamy akan memenuhi janjinya menemani Ado dan Meka memilih cincin
pertunangannya. Hati Tamy gerimis, dijumpainya pasangan yang begitu mesra di
hadapannya. Tamy dan Meka saling berkenalan, dilihatnya sosok Meka yang begitu
dewasa dan keibuan. Sosok yang didambakan Ado selama ini ternyata seperti ini.
Mereka bertiga akhirnya menuju sebuah took perhiasan. Dipilihlah sebuah cincin
manis yang terlihat begitu cantik di jari manis Meka. Tamy menyaksikan
kenyataan pahit di hadapannya dengan wajah berseri sementara hatinya menangis.
Sepulang dari acara memilih cincin dan Meka telah diantarkan pulang tangis yang
tertahan akhirnya pecah. Dipeluknya dengan erat Ado yang keheranan melihat
adiknya tiba-tiba menangis sesegukan. Ado tak mengerti apa yang terjadi pada
Tamy sebelum akhirnya Tamy menceritakan isi hatinya secara gamblang. Ia
bercerita tentang penantiannya selama ini atas cintanya pada Ado yang bertepuk
sebelah tangan. Tamy mengannggap Ado adalah lelaki yang tuhan takdirkan
untuknya sementara Ado hanya menganggapnya sebagai teman dan adik. Tak pernah
terbersit dalam benak Ado bahwa Tamy mencintainya. Rengekan-rengekan manja Tamy
dianggapnya sebagai rengekan seorang adik manja yang butuh perlindungan dan Ado
dengan suka rela melindungi adik yang disayanginya. Gelap sudah hati Tamy kini,
impiannya akan masa depan bersama Ado pupuslah sudah. Harus direlakannya orang
yang sangat dicintainya untuk bersanding dengan wanita lain. Karena selama ini
Tamy bukanlah cinta bagi Ado. Tamy tak berarti apa-apa bagi Ado.
wahhhh,,,,
BalasHapuskeren tuh ceritanya
like This
Sesuai pesan di dinding facebook kami, bolehlah kami berkomentar sebagai seorang pembaca yg bawel. Hehe…
BalasHapus1. Sebagaimana tulisan2 yg dikirim ke kami, tulisan ini pun sebetulnya bisa menampilkan paragraph-2 yg tdk terlalu panjang. Ada pemenggalan2 paragraf yg bs dilakukan.
2. Logika bahasa, tentu menjadi bagian yg sangat penting diperhatikan agar pembaca tdk salah tafsir atau bahkan salah paham. Misalnya:
- Sebuah teriakan terdengar jelas di suara Tamy. (di SUARA Tamy??)
3. Penulisan sesuai EYD jg bisa jd bagian indah sebuah naskah. Misalnya:
- Kemana / ke mana?
- Disini / di sini.
Dari sisi cerita, Mbak Anisa sdh mengantongi modal kekuatan yg cukup bagus. Ide cerita dan semangat menulis Mbak Anisa merupakan kekuatan tersendiri yg akan mengantarkan Mbak Anisa (insya Allah) menjadi penulis yg produktif.
Sementara itu dulu ya, Mbak Anisa. Moga kesuksesan senantiasa menyertai Anda.