Social Icons

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Selasa, 02 Oktober 2012

Apa Artinya Tamy


Oleh Anisa Wijayanti

“Tamy!” Sebuah teriakan terdengar jelas di suara Tamy, suara yang tak asing lagi baginya. Suara yang telah ia tunggu sejak setengah jam yang lalu di sebuah terminal panas dan jauh dari kata nyaman. “Hari ini kita kemana?” Tanya Ado tanpa berbasa-basi terlebih dahulu. “Kemana saja,” jawab Tamy ketus. Ditatapnya Ado yang membuatnya jengkel karena harus menunggu lama dan akhirnya datang tanpa rasa bersalah. “Kakak tuh gimana sih? aku udah bête nunggu kakak dari setengah jam yang lalu. “ “Ia Tamy manis, kakak minta maaf. Tadi kakak harus nyelsein kerjaan kakak dulu” jawab Ado. “Hmmmm,..baiklah. hari ini antar Tamy  beli buku ya,” rengek Tamy. “Ayo, tunggu apa lagih,” Ado hanya bisa mengiyakan. Akhirnya Tamy dan Ado berangkat menggunakan sepeda motor Ado  menuju toko buku yang disebut-sebut Tamy sebelumnya. Di perjalanan, dipandanginya wajah Tamy dalam-dalam. Tidak terasa, gadis kecil yang selama ini selalu bersamanya kini telah tumbuh dewasa.  Ado dan Tamy berteman sejak kecil. Rumah mereka berdekatan  di salah satu kampung di Tasikmalaya. Ado kini sudah bekerja di kantor BPK Perwakilan Bandung, sementara Tamy masih kuliah semester akhir di salah satu universitas negeri di kota yang sama. Sejak kecil Ado dan Tamy selalu bersama hingga saat ini tak terasa kuda-kuda usia telah mengantarkan mereka ke gerbang usia dewasa. Gadis kecil yang selama ini bersamanya tak lagi tampak sama.
            Sementara itu Tamy memandangi Ado diam-diam. Akhir-akhir ini Tamy menemukan sosok yang berbeda pada diri Ado. Ado mulai tampak acuh tak acuh padanya. Kesibukan Ado sebagai seorang auditor kini membuatnya semakin jauh dari Tamy. Tamy merasa sebuah tembok perlahan terbangun di antara mereka. Sebelumnya kata perpisahan pernah terasa sangat menyakitkan di saat Tamy masuk SMA dia harus rela berjauhan dengan sahabat baiknya karena Ado harus kuliah di STAN Jakarta. Meski jarak terbentang jauh di antara keduanya, komunikasi diantara mereka masih terjalin dengan sangat baik. Ado banyak bercerita mengenai kehidupan kampusnya sementara Tamy bercerita mengenai masa-masa SMA-nya yang ceria. Takdir akhirnya menyatukan kembali dua sahabat itu saat Ado ditempatkan di kantor BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat di Bandung dan Tamy tengah kuliah di sana. Tapi ternyata, berada di kota yang sama malah membuat hubungan keduanya merenggang. Tamy dengan sikapnya yang manja seringkali membuat Ado kerepotan dibuatnya. Tamy merasa menemukan kembali sahabat yang sangat dirindukannya ketika Ado ditempatkan di kota yang sama dengannya. Minta diantar kesana kemari, melewatkan banyak waktu berdua sekedar makan atau nonton di bioskop hingga bersikap manja ketika dirinya sakit. Di saat yang sama Ado mulai berpikir dengan realita yang ada, pekerjaannya yang menumpuk hingga seringnya dinas luar ke luar kota membuatnya tak bisa meladeni Tamy dengan segudang sikap manjanya. Akhirnya waktu membuat keduanya menjauh dan semakin menjauh sampai akhirnya hari ini keduanya kembali bertemu. “Kak, aku lapar. Kita makan yuk,” lagi-lagi Tamy merengek manja. “Baiklah kita mampir di kafe favorit kita ya,” jawab Ado. Tamy tersenyum sumringah. Dia selalu senang melewatkan waktu berdua bersama sahabat yang telah dianggapnya sebagai kakak di tempat-tempat seperti ini. Harus Tamy akui, sebuah rasa manis dan nyaman selalu menghiasi sudut hatinya kala ia bersam Ado. Waktu berlalu dan Tamy menghabiskan makanannya dengan lahap. Di sela-selaacara makan mereka Ado mulai membuka pembicaraan. “Tam, Senin depan kakak ada pemeriksaan ke Garut selama sebulan. Kamu baik-baik disini ya, nanti kakak bawakan oleh-oleh,” ungkap Ado. “Yaaaah, Tamy ditinggal lagih, pasti disana kakak sok sibuk. Gak bisa nerima telepon Tamy lama-lama lah, gak bales sms Tamy karena kerjaan kakak banyak lah,” Tamy mulai merengek. “Eh, jangan gituh. Kakak kan harus kerja nanti Tamy juga pasti ngerti kalau Tamy udah kerja. Yasudah kita pulang sekarang ya,” jawab Ado tanpa meladeni rengekan Tamy dengan serius.
            Sepanjang perjalanan, mendung menghiasi muka Tamy. Apa gerangan yang membuatnya seolah tak rela saat orang yang dipanggilnya kakak ini harus pergi jauh darinya. Bukankah hubungan keduanya tak lebih dari sahabat. Lantas, kenapa harus ada perasaan seperi ini. Batin Tamy bertanya-tanya hingga dia tak menyadari  bahwa motor Ado telah sampai di halaman kosannya.  “Tamy, sudah sampai,” kalimat Ado menyadarkan Tamy dari lamunannya. “Ah, iya kak. Tamy turun dari motor dan menghampiri Ado. “Kakak hati-hati ya disana. Kasih kabar Tamy,” ungkap Tamy dengan mata berkaca-kaca dan wajah yang muram. “Iya, iya. Sudah jangan cemberut gituh. Kayak kakak mau ke luar negeri aja. Garut-Bandung kan deket,” jawab Ado.  Tamy hanya tersenyum simpul dan masuk ke kosannya.
            Senin pagi, Tamy merenung menatap layar hapenya dalam-dalam. Haruskah dia mengirim sms untuk Ado. Ah,.. tapi di saat seperti ini Ado pasti lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan smsnya yang ada nanti Tamy malah jenuh menanti balasan dari Ado. Biarkan saja, ucapnya dalam hati.
Di sebuah tempat yang berbeda, di tengah sejuknya kota Garut dengan senyum warganya yang ramah Ado telah tiba di sana bersama rekan-rekan satu timnya. Dalam pembukaan di kantor Pemda Garut Ado diam-diam menikmati sebuah senyum indah milik seorang gadis yang perlahan-lahan menyusup mengisi ruang hatinya. Seorang gadis yang akan bekerja sama selama satu bulan kedepan bersamanya. Tiba-tiba suara asing membuyarkan lamunannya. “Do, kita satu tim. Kenalkan aku Meka,” ungkap gadis yang sejak tadi mengisi lamunan Ado. “Ya, aku tahu. Kamu lulusan dari ITB dan baru bergabung beberapa bulan yang lalu kan, senang bisa satu tim denganmu,” jawab Ado sekedar berbasa-basi. “Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik ya,” ujar Meka. Ah, akhirnya gadis itu menyapaku, ujar Ado dalam hati.
Melewati hari-hari bersama Meka sebulan penuh benar-benar membuat Ado lupa akan gadis kecilnya yang selalu cemberut setiap hari menantikan kabar darinya di Bandung sana, Tamy. Meka dengan kecerdasan, kecantikan dan postur tubuhnya yang semampai bagaikan bidadari yang Tuhan turunkan untuk bisa menemaninya setiap hari. Diskusi-diskusinya dengan Meka seringkali berujung pada obrolan-obrolan yang panjang yang semakin mengarah ke hal yang lebih pribadi. Meka perlahan-lahan membuat Ado merasakan cinta. Sebuah rasa yang tak pernah dirasakannya selama ini dengan gadis manapun. Ado berharap Meka membalas cintanya dengan hati terbuka.
Menjelang akhir masa pemeriksaan di kota Garut, Ado mulai gundah karena dia takut kehilangan momen-momen yang menyenangkan bersama Meka. Rutinitas kantor yang padat dan ruangan yang berbeda membuatnya merasa akan ada sebuah penghalang yang membuatnya sulit menemukan hari-hari indah dengan perbincangan menyegarkan bersama gadis itu lagi. Ketakutannya akan kehilangan waktu-waktu yang menyenangkan bersama Meka membuat Ado merasa harus segera mengutarakan perasaannya. Lama Ado merenung hingga akhirnya suatu malam dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaanya yang sesungguhnya. Ternyata gayung bersambut, Meka menerima cinta Ado dengan senang hati. Waktu sebulan cukup untuk membuat Meka yakin bahwa Ado adalah seorang laki-laki yang baik. Hanya saja Meka menginginkan sebuah pernikahan yang cepat. Kaget Ado mendengar keinginan gadis cantik yang ada di hadapannya. Pernikahan, sebuah kata yang masih jauh dari pikirannya. Ado tadinya hanya berniat untuk memastikan perasaan Meka saja. Ternyata Meka enggan untuk berhubungan lama-lama tanpa arah dan tujuan yang jelas mengingat usianya yang kini tak lagi muda, 25 tahun. Dengan hati berdebar Ado menyanggupi keinginan Meka untuk segera membuat action yang jelas untuk hubungan yang baru dibinanya. Ado berjanji akan melamar Meka sesegera mungkin. Ado hanya meminta waktu untuk meyakinkan kedua orang tuanya. Insyaallah tidak akan ada masalah dari kedua orang tuaku karena mereka sudah lama mendesakku untuk menikah. Pikirnya dalam hati.
Ado melewati jalanan meninggalkan Garut menggunakan mobil kantor dengan hati berbunga. Dilihatnya Meka di bangku belakang terus menatap punggungnya yang duduk di samping Pak Marno yang menyetir. Melihat pemandangan itu sontak rekan-rekan satu timnya menyoraki mereka. “Sepertinya perjalanan ke Garut kali ini membuahkan hasil ya Do,” ujar Nana rekan satu tim Ado. Ado hanya tersenyum dan menatap Meka yang tersenyum malu-malu di bangku belakang.
Setiabanya di Bandung, Ado sama sekali tak menyadari bahwa dia meninggalkan seseorang yang selama ini menantinya dengan sepenuh hati yakni Tamy yang selama ini mengirimkan sms padanya tapi tak pernah berbalas. Meneleponnya berkali-kali tapi tak dijawab. Tamy yang menunggu dengan debar-debar cemas dan khawatir yang membuahkan kegelisahan selama hamper sebulan lamanya. Tamy yang mengetahui bahwa hari ini Ado pulang mendatangi kosan Ado tepat di hari kepulangannya. Ado melihat Tamy tengah berdiri di hadapan pintu kamar kosannya. “Kak, Ado! Kemana aja? Tamy sms gak pernah dibales, ditelepon juga gak pernah diangkat. Tamy jadi kuatir,” ucap Tamy menyambut kedatangan Ado dengan muka cemberut. “Kakak sangat sibuk Tam, maafin kakak ya. Kakak cape sekali, fuuuh yuk masuk,“ jawab Ado. Ado dan Tamy memasuki kamar kosan dengan suasana yang masih dingin. Rupanya adiknya ini sangat marah, pikir Ado.“Tam, uda makan siang belum? kakak lapar, kita makan sembari ngobrol yuk di luar. Kakak traktir sekalian kakak mau cerita,” ujar Ado. Mendengar hal itu Tamy sangat senang, dia merasa mendapatkan waktu untuk berduaan dengan Ado.
Di café, Tamy mendapati kenyataan yang berbeda dengan bayangannya. Ado bercerita dengan bangga bahwa di Garut ia bertemu dengan Meka dan sekarang mereka telah berpacaran. Tamy menelan ludah dengan sakit yang amat sangat di relung hatinya. Tak pernah dia sangka bahwa Ado yang selama ini dikhawatirkannya ternyata malah asyik pacaran di Garut sana. Salahkah ia yang menunggu Ado? Atau salahkah Ado yang mengkhianatinya. Tidak, Ado sama sekali tidak berkhianat karena selama ini tidak ada hubungan apa-apa antara dirinya dan Ado. Lalu kenapa hati Tamy harus sesakit ini pikirnya. Belum cukup sakit itu ia terima, ado kemudian melanjutkan ceritanya untuk mengajak Tamy berkenalan dengan Meka dan menemani mereka memilih cincin pertunangan. Ya ampuuuuuuuun secepat itukah kak Ado akan pergi meninggalkannya tanpa aba-aba. Batin Tamy bergemuruh tak menentu. Hatinya luluh lantak tergulung ombak cinta yang membuatnya terombang ambing tak menentu. Disembunyikannya semua kesedihan itu dalam senyum antusias menyimak cerita Ado. Tamy kemudian menyanggupi untuk menemani Ado dan meka memilih cincin tunangan mereka di esok hari. Perbincangan hangat antara dirinya dan Ado kala itu bagai sebuah bongkahan es yang membeku di kedalaman hatinya. Tamy menangis dalam senyumnya yang manis.
            Sepulang dari kosan Ado Tamy menangis semalaman di kamar kosnya yang sempit seorang diri. Menangis menyesali kebodohannya menunggu Ado selama sebulan kemarin, bahakan selama bertahun-tahun. menangis menyesali dirinya sendiri yang tidak dengan segera mengungkapkan semuanya pada Ado sebelum Ado memiliki calon isteri seperti sekarang. Apa yang harus dilakukan olehnya jika dia harus menyaksikan Ado yang sangat dia cintai bersanding dengan wanita lain di pelaminan. Oh tuhan sungguh ini semua begitu mengejutkan.
            Hari yang ditakutkan Tamy akhirnya tiba, hari ini Tamy akan memenuhi janjinya menemani Ado dan Meka memilih cincin pertunangannya. Hati Tamy gerimis, dijumpainya pasangan yang begitu mesra di hadapannya. Tamy dan Meka saling berkenalan, dilihatnya sosok Meka yang begitu dewasa dan keibuan. Sosok yang didambakan Ado selama ini ternyata seperti ini. Mereka bertiga akhirnya menuju sebuah took perhiasan. Dipilihlah sebuah cincin manis yang terlihat begitu cantik di jari manis Meka. Tamy menyaksikan kenyataan pahit di hadapannya dengan wajah berseri sementara hatinya menangis. Sepulang dari acara memilih cincin dan Meka telah diantarkan pulang tangis yang tertahan akhirnya pecah. Dipeluknya dengan erat Ado yang keheranan melihat adiknya tiba-tiba menangis sesegukan. Ado tak mengerti apa yang terjadi pada Tamy sebelum akhirnya Tamy menceritakan isi hatinya secara gamblang. Ia bercerita tentang penantiannya selama ini atas cintanya pada Ado yang bertepuk sebelah tangan. Tamy mengannggap Ado adalah lelaki yang tuhan takdirkan untuknya sementara Ado hanya menganggapnya sebagai teman dan adik. Tak pernah terbersit dalam benak Ado bahwa Tamy mencintainya. Rengekan-rengekan manja Tamy dianggapnya sebagai rengekan seorang adik manja yang butuh perlindungan dan Ado dengan suka rela melindungi adik yang disayanginya. Gelap sudah hati Tamy kini, impiannya akan masa depan bersama Ado pupuslah sudah. Harus direlakannya orang yang sangat dicintainya untuk bersanding dengan wanita lain. Karena selama ini Tamy bukanlah cinta bagi Ado. Tamy tak berarti apa-apa bagi Ado.

2 komentar:

  1. wahhhh,,,,
    keren tuh ceritanya
    like This

    BalasHapus
  2. Sesuai pesan di dinding facebook kami, bolehlah kami berkomentar sebagai seorang pembaca yg bawel. Hehe…
    1. Sebagaimana tulisan2 yg dikirim ke kami, tulisan ini pun sebetulnya bisa menampilkan paragraph-2 yg tdk terlalu panjang. Ada pemenggalan2 paragraf yg bs dilakukan.
    2. Logika bahasa, tentu menjadi bagian yg sangat penting diperhatikan agar pembaca tdk salah tafsir atau bahkan salah paham. Misalnya:
    - Sebuah teriakan terdengar jelas di suara Tamy. (di SUARA Tamy??)
    3. Penulisan sesuai EYD jg bisa jd bagian indah sebuah naskah. Misalnya:
    - Kemana / ke mana?
    - Disini / di sini.
    Dari sisi cerita, Mbak Anisa sdh mengantongi modal kekuatan yg cukup bagus. Ide cerita dan semangat menulis Mbak Anisa merupakan kekuatan tersendiri yg akan mengantarkan Mbak Anisa (insya Allah) menjadi penulis yg produktif.

    Sementara itu dulu ya, Mbak Anisa. Moga kesuksesan senantiasa menyertai Anda.

    BalasHapus