Social Icons

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Senin, 09 Januari 2012

Kembali


Oleh Anisa Wijayanti
Syng, mlai hrni jngn hbngi Z dl y.
Z mst prgi.
 Z tau ni ngdadak bgt. Sbr  y. Km msti kuat tnpa Z.
Z psti blik lg bwt km. Z janji.
Deg! Sms dari Ezi membuatku kaget. Seketika itu pula air mata mengalir dari pelupuk mataku. Udara yang begitu panas serta hiruk pikuk jalan raya kota Bandung tengah hari ini semakin membuatku merasa sesak. Angkot yang melejit cepat di saat jalan raya mulai lengang membuatku merasa melayang tak karuan. Ezi, kemana dia akan pergi. Dia gak boleh ninggalin aku gitu aja. Gak bisa. Aku bener-bener gak bisa tanpa Ezi. Kumohon tuhan, semoga ini hanya mimpi. Gumamku dalam hati.
Tiba dirumah, aku berlari ke kamar dengan sesenggukan. Kucoba tuk menelpon Ezi tapi tetap tak ada jawaban. Terus kutelpon sampai akhirnya nomor handphonenya tak aktif lagi. Ezi, kumohon jangan tinggalin aku. Aku bener-bener sayang sama kamu dan kamu gak boleh ninggalin aku gitu aja.hiks...Aku mulai menangis tak karuan.
Fikiranku kacau. Kubuka laptopku lalu kukirim email untuk Ezi. Meminta penjelasan atas kepergiannya yang begitu mendadak. Berharap akan ada balasan suatu saat. Ezi, kumohon jawab emailku. Aku harus tahu kenapa kamu harus pergi dari aku?
 Hari ini menjadi hari terburuk dalam hidupku. Ezi, sosok yang sangat kucintai dan selama ini menemani hari-hariku tiba-tiba mengatakan dia harus pergi. Kemana? Kenapa dia gak pernah bilang sebelumnya?. Kurasa terakhir kita ketemu semuanya baik-baik saja. Aku ingat dengan jelas, Rabu 26 April lalu Ezi tersenyum cerah menghiburku saat sakitku kumat. Dia sengaja datang dari Jakarta di sela-sela liburnya untuk menemuiku hanya untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja . Setelah pertemuan itu, semuanya baik-baik saja dan komunikasi kami tetap baik. Walaupun hanya lewat sms dan telepon karena kami pacaran jarak jauh sekarang. Aku kuliah di Bandung. Ezi kuliah di Jakarta.
 Setahun menjalani pacaran jarak jauh. Aku tak merasa ada yang ganjil. Semuanya tetap baik. Meski kadang keributan kecil terjadi pada kami. Tapi kupikir itu hal yang biasa. Tak mungkin Ezi meninggalkanku begitu saja hanya karena pertengkaran-pertengkaran kecil itu. Apa dia pergi karena sakitku? Tidak mungkin! Ezi tahu dengan jelas bahwa aku penderita Thalasemia sejak kecil. Dan dia jelas tahu resiko apa yang terjadi padaku dengan penyakitku itu. Ezi. Semua kemungkinan tak bisa kutebak.
Malam setelah sms itu, aku menangis sejadi-jadinya semalaman. Ibuku hanya menghela nafas panjang melihat tingkahku. Beliau tau, aku belum mau bercerita apapun malam ini. Aku benar-benar tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tak mau ditinggal Ezi!
Pagi. Mataku bengkak. Aku tak mau kuliah hari ini. Bagaimana mungkin aku kuliah dengan wajah berantakan seperti ini? Raut kesedihan sama sekali tak bisa aku sembunyikan. Ezi dan hanya Ezi yang ada di otakku. Aku takut tak bisa melakukan apapun tanpa dia, aku merasa Ezi adalah sinar yang penting dalam hidupku dan aku tak siap kehilangan sinar itu begitu saja.
Bayanganku berkutat pada hari disaat Ezi mengungkapkan rasa cintanya padaku. Aku dan Ezi bersahabat dekat. Tak ada yang kusembunyikan dari dia begitu pula dia. Aku tahu hampir semua hal tentang dia. Ezi menyatakan rasa cintanya padaku di hari perpisahan SMA kami. Saat itu aku bahagia. Sangat.
Hampir setiap hari yang kami lalui setelah hari itu berubah menjadi sangat berwarna. Aku telah terbiasa dengan kehadiran Ezi sebagai sahabatku dan aku merasa hariku berubah menjdi luar biasa setelah dia berada di sampingku sebagai pacarku.
 Tapi kebahagiaan memang tak pernah berlangsung lama. Tibalah hari dimana Ezi harus pergi untuk kuliah ke STAN JAKARTA.
“Fit, ini hari terakhirku di Bandung sebelum aku pergi ke Jakarta. Aku tahu kita sama-sama sedih, tapi tenang aja ya sayang, aku pasti sering pulang buat nengok kamu.”
“Kenapa kamu gak kuliah di Bandung aja sich Zi? Kita kan selalu sama-sama. Masuk SD yang sama, SMP dan SMA juga bareng, aku bakalan lebih tenang kalau kita sama-sama kuliah di Widyatama. Atau kamu bisa kuliah dimanapun. Asal tetep di Bandung Zi. Aku mau kamu disini. Aku gak mau kita jauh.”
“ Jangan cemberut gitu fit, STAN tuh pilihan terbaik. Gak semua orang bisa diterima disana. Aku beruntung karena bisa ngelanjutin sekolah di STAN. Aku bisa cepet kerja Fit dan aku bakalan cepet-cepet jemput kamu. Aku janji gak akan pernah ninggalin kamu. Walaupun aku jauh, aku pasti kangen terus sama kamu.”
“ Tapi kamu janji ya Zi, kamu mesti ngehubungin aku terus”
“ Iya, Ezi janji sayang. Udah donk jangan cemberut gituh, besok jadi kan nganter aku ke Jakarta?”
“Emh..”Aku mengangguk tapi tetap cemberut. Tak bisa kusembunyikan kesedihan yang begitu besar berkecamuk dalam hatiku.
Dari kecil aku dan Ezi selalu sama-sama. Kami tak pernah terpisahkan. Tak terbayang di benaku
waktu itu bagaimana jika aku harus menjalani hari-hariku tanpa Ezi. Sungguh. Perasaan kehilangan Ezi pada hari itu adalah hal terberat dalam hidupku. Tentunya sebelum hari ini. Waktu itu kami belum genap 18 tahun. Tapi janji Ezi layaknya sosok yang telah dewasa yang berjanji akan menjemputku itulah yang membuatku sedikit tenang melepasnya. Aku yakin. Ezi akan kembali membawa kebahagiaan yang lebih besar untuukku.
Aku tersenyum. Kemudian tersadar dan menangis kembali. Aku masih berada di kamar. Kubuka laptop. Tak ada balasan atas emailku buat Ezi. Tuhan, jangan kau hukum aku. Kuhubungi lagi nomor hp Ezi. Tak ada jawaban. Kuhubungi semua nomor Keluarga Ezi yang kutahu. Tetap tak ada jawaban. Kutelepon ke asramanya. Pihak kampus mengatakan bahwa Ezi cuti mendadak satu tahun karena suatu hal. Sayangnya pihak kampus enggan member penjelasan yang lebih rinci. Seharian aku mengurung diri di kamar, tanpa makan, tanpa aktivitas apapun. Sampai akhirnya karena lelah menangis aku tertidur.
Hari kedua setelah menghilangnya Ezi. Aku terbangun lemah. Demam. Kucoba untuk berdiri. Tak kuat. Tapi kupaksakan keluar kamar. Kujumpai ibu, dia tersenyum padaku.  Aku berlari, menghambur. Ingin menangis di pangkuannya. Sambil terbata kukatakan pada ibu. “Ezi pergi bu, dia ninggalin aku. Aku gak tahu dia kemana...”Zep. semuanya hitam. Aku jatuh pingsan.
Tersadar. Semua terlihat putih. Terlihat ibu tertidur pulas.
“Dimana aku?” merintih pelan kubertanya pada ibu.
Ibuku terbangun.” Kamu di rumah sakit nak. Kemarin kamu pingsan. Sekarang, apa yang kamu rasakan? Ibu ambilin minum ya?”
Aku mengangguk pelan. Teringat Ezi, aku menangis sesenggukan.
“ Aku mau Ezi bu, aku mau dia ada disini sekarang. Ibu tahu kan, setiap aku sakit Ezi selalu nemenin aku. Walaupun satu tahun ini kita jauh, dia masih bisa nemenin aku di sela-sela kesibukannya. Meski cuma lewat hape aku senang bu. Aku tak pernah selimbung ini. Ezi gak ada lagi buat aku bu...” hiks...
Ibu membelaiku pelan. Beliau mengerti, Ezi adalah orang yang sangat berarti untukku. Bahkan, ibu telah menganggap Ezi seperti anaknya sendiri. Zi, kumohon...kembalilah...Rintihku dalam hati.
Pulang dari rumahsakit. Kesedihanku berubah menjadi kemarahan yang besar pada Ezi. Bagaimana bisa Ezi ninggalin aku gitu aja. Aku merasa Ezi keterlaluan. Jika dia menganggapku penting dalam hidupnya. Seharusmya dia tak menyembunyikan apapun dari aku. Kalaupun dia berniat ninggalin aku. Gak gini caranya. Aku pasti terima jika Ezi menjelaskan alasannya untuk ninggalin aku. Ezi jahat! Dia ngingkarin janjinya buat jempu aku. Mana buktinya dia saying sama aku? Jika dia bener-bener saying. Dia gak kan mungkin ninggalin aku gitu aja. Ezi, aku benci kamu!!
Sejak hari ituaku mengubur dalam semua hal tentang Ezi. Janjinya untuk kembali berusaha kutepis dan tak kuingat lagi. Kujalani hari tanpa dia. Meski semuanya hampa. Aku berpura-pura pada diriku sendiri bahwa semuanya baik-baik saja.
Tiga tahun berlalu. Hari ini, aku di wisuda. Gelar sarjana ilmu komunikasi telah berhasil kuraih dengan baik. Hari ini, tepat tiga tahun Ezi ninggalin aku. Dalam balutan kebaya yang membuatku memesona. Aku tersenyum dalam tangisan perih di hatiku. Ezi, kamu tahu. Hari ini seharusnya kamu ada disampingku. Aku ingat janji kamu. Kamu akan segera jemput aku. Kufikir saat itu kamu yang akan berdiri di sampingku di hari wisudan ini dengan jari manis yang telah terhiasi cincin pertunangan kita. Tapi ternyata aku salah besar. Impianku itu tak akan pernah jadi kenyataan. Karena kamu pergi Zi.  Kamu ninggalin aku!
Keluar dari acara inti dalam prosesi wisuda aku merasa sangat lelah. Aku bahagia hari ini karena aku bisa membuktikan. Aku bisa tanpa Ezi. Kini dihadapanku berdiri tegap seorang Akbar, Dia adalah laki-laki pilihan ibu. Akbar adalah anak sahabat ibu, setelah kepergian Ezi. Ibu berusaha membuatku dekat dengan Akbar. Ibu berhasil. Akbar mencintaiku dan aku tahu dengan jelas. Dia sangat mengharapkanku. Namun saying. Itu tak berlaku untukku. Tiga tahun Akbar menunggu cintaku dan selama itu pula hatiku menunggu Ezi kekasihku.
Aku menghambur. Berlari menuju Akbar. Dia tersenyum, tampan. Kuterima rangkaian bunga darinya. Dan hari ini, untuk pertama kalinya aku langsung memeluknya. Aku terisak. Begitu lama. Tangisku menyiratkan kepedihan yang kupendam lama. Aku berharap Ezi yang berdiri di hadapanku kini. Aku ingin memeluk Ezi. Tapi kehangatan Akbar membuatku nyaman. Setidaknya untuk saat ini. Akbar tersenyum, menatapku dalam. Dia tahu untuk siapa aku menangis di pangkuannya. Tapi Akbar tak pernah protes. Dia menerimaku apa adanya. Sementara itu, diantara kerumunan sesosok mata tertunduk dalam tatapan yang tajam.
Aku mengakhiri hari ini dengan makan malam bersama Akbar. Candle light dinner. Kutatap Akbar tanpa henti. Aku sadar, sebenarnya dia mempesona. Postur tubuhnya yang tegap dan mata beningnya yang penuh ketulusan tak kutampik bahwa dia cukup menarik. Akbar. Sosok yang selama ini telah aku sia-siakan.
“Fit, kenapa kamu ngeliatin aku terus? Kagum ya sama aku?ehm..kayaknya ada yang mulai jatuh cinta nich”
“Siapa yang liatin kamu?Hu...GR!”
“Udah, ngaku aja Fit!”
Hening.
“Fit, kamu tahu. Hari ini aku sangat bahagia. Hari ini untuk pertama kalinya kamu bener-bener nganggap aku ada. Saat kamu nangis dalam pelukanku. Aku merasa nyaman. Karena kau percaya padaku.”
Aku diam. Tersipu.
“Fit, aku tahu kamu belum bisa lupain Ezi. Aku juga tahu tadi siang kamu nangis buat dia. Tapi malam ini aku Cuma mau bilang. Tawaranku masih berlaku fit. Aku pengen kita nikah. Aku mau kamu jadi istriku. Aku yakin, setelah kita menikah. Kamu pasti bisa mencintaiku lebih dari cintamu sama Ezi.”
Aku tertunduk. Mulai menangis.
“ Akbar, kamu terlalu baik. Aku tahu aku mulai membutuhkan sosokmu dalam hari-hariku. Tapi Ezi,dia msih melekat kuat dalam stiap detak hidupku. Aku gak bisa lupain dia dan aku takut tak akan pernah bisa lupain dia.”
“ Fit, aku tahu kamu bisa kalau kamu mau belajar ngelupain Ezi dan menyadari bahwa aku yang selalu ada buat kamu sekarang. Jika kamu menerimaku, aku bersedia kita menikah walaupun kamu belum mencintai aku”
“Baiklah, aku mau nikah sama kamu bar, tapi aku gak janji.kalau aku bakal bisa lupain Ezi.”
“Makasih fit, akuy seneng banget denger itu. Kamu tahu, tiga tahun aku nunggu hari ini.”
Setelah malam itu. Aku mulai mempersiapkan hatiku untuk menerima Akbar. Persiapan pernikahan kami tidak lama. Hanya satu bulan. Aku tahu Akbar takut aku membatalkan semuanya. Karena itu, dia mempercepat semuanya. Berharap, Ezi tak pernah dating sebelum hari pernikahan kami.
Hari ini dating juga. Pagi-pagi sekali aku telah tampil cantik dalam balutan kebaya. Ini adalah hari pernikahanku dengan Akbar. Entah aku sadar akan apa yang kulakukan atau tidak. Yang pasti di hari inipun aku belum bisa melupakan Ezi. Pagi tadi aku berharap bisa terbangun dengan keajaiban. Bukan akbar yang kuharapkan dating menjemputku hari ini, tapi Ezi. Zi, aku mau nikah hari ini, kamu dimana? Kenapa kamu gak nepatin janji kamu. Harusnya hari ini yang jemput aku tuh kamun zi, bukan Akbar. Apa aku tak cukup setia menunggumu Zi, jika kamu ingin aku membatalkan semuanya. Aku mau Zi. Tapi aku mohon datanglah hari ini. Aku mau kamu Zi, aku mau kamu.
Detik berlalu, alunan pagi berganti siang dengan cepat. Akad telah terucap. Aku telah menjadi istri Akbar sekarang. Tak ada setitik kebahagiaan pun di hatiku. Yang ada hanya segumpal kekecewaan yang begitu besar. Aku marah pada Ezi karena dia tak menepati janjinya hingga aku dinikahi laki-laki lain. Aku marah pada diriku sendiri karena aku tak mampu menunggu Ezi lebih lama lagi. Setelah akad aku terisak.  Ingin menjerit. Akbar tahu dengan jelas apa yang kurasakan saat ini. Tapi dia hanya tersenyum dalam keyakinan suatu saat aku akan bisa mencintainya.
Usai akad, aku digiring menuju sebuah gedung yang megah. Tamu-tamu mulai berdatangan menyalami kami. Ruangan ini begitu megah. Semua yang Akbar siapkan tertata apik untukku. Tapi semua itu tak berarti apa-apa. Bagiku, semuanya tak lebih dari upacara belaka.
Dalam kesedihan aku menunduk. Tidak! Betapa bodohnya aku karena telah menyerahkan hidupku pada Akbar. Dia memang sangat baik. Tapi tak pernah ada setitikpun cinta untuknya.
Kerumunan orang yang menyalamiku tak kuhiraukan. Anganku terbang dalam khayalan keindahan yang bertumpu pada Ezi. Batinku remuk. Tak kuasa kutahan. Aku kembali menangis. Akbar memelukku. Aku sedikit lebih tenang. Kuakui aku nyaman.
Dalam sorot mataku yang kabur oleh linangan air mata. Kutemukan sosok yang membuat hatiku berdebar.Ezi, dia dating di resepsi pernikahanku. Langkahnya yang tegap dalam senyum membuatku merasa semakin pilu. Dia menyalami dan mengucapkan selamat untukku. Ingin sekali kutampar Ezi. Ezi, kau gila! Kenapa kau baru dating sekarang. Seolah-olah tak pernah ada apa-apa? Aku marah. Kecewa. Seusai kedatangan Ezi aku berpamitan pada Akbar.
“Maaf, Akbar. Ada yang harus kuselesaikan. Itu Ezi, aku butuh penjelasan dari dia.”
Akbar tertunduk. Aku tahu dia geram dan marah. Aura lelakinya mengatakan bahwa dia ingin menghajar Ezi sampai habis malam itu. Tapi dalam kelembutan dia berkata.
“Silahkan sayang, selesaikan dulu urusanmu. Aku faham. Aku akan mengatakan pada para tamu bahwa kamu kurang sehat.”
“ Terima kasih Akbar.”
Aku segera ingin berlari tuk pergi menghambur pada Ezi. Kenanganku bersamanya terbayang jelas di benakku. Tapi sesaat sebelum pergi kudengar Akbar berkata.
“ Kuizinkan kamu pergi untuk menyelesaikan semuanya dengan dia. Kembalilah padaku setelah semuanya selesai karena kamu adalah istriku sekarang.”
Mendengar itu hatiku perih. Sakit. Aku tersadar bahwa aku istri Akbar sekarang. Sungguh knyataan yang menyakitkan di saat orang yang kutunggu telah lembali. Saat cahayaku yang meredup dan menghilang kini ada dihadapanku. Tuhan, tolong aku malam ini.
Kudatangi Ezi di area parkir. Ezi kaget dengan kedatanganku. Tanpa berkata apapun aku masuk ke mobil yang tengah ditumpanginya.
“Bawa aku pergi dari sini!”
“ Tidak! Kamu istri orang sekarang Fit. Sadarlah!”
“ Aku datang dengan izin dari suamiku. Bawa aku! Aku hanya butuh penjelasanmu.”
Mesin mobil dihidupkan.Ezi membawaku melesat cepat dengan mobilnya menuju tempat istimewa kami dulu. Tempat dimana Ezi pamit ke Jakarta empat tahun lalu. Bukit bunga. Sesampainya disana kami hanya terdiam. Saling memandang. Tak tahan dengan hal  itu tangisku pecah. Aku memeluk Ezi erat. Sungguh, seandainya malam ini berakhir aku tak ingin melepaskannya. Rindu yang kupendam tiga selama tahun tak bisa lagi kutahan.
Ezi mendekapku. Hembusan nafasnya menyiratkan rindu yang begitu menggebu. Aku tahu kita masih berada dalam balutan rasa yang sama. Tapi tiba-tiba Ezi melepaskan pelukannya.
“Fitria, sadarlah! Kamu istri orang sekarang. Yang kita lakukan salah!”
“Tidak Ezi, apanya yang salah? Salah jika aku merindukanmu? Salah jika aku ingin berlama-lama dipelukanmu setelah tiga tahun kamu ninggalin aku. Apa yang salah Zi? Kamu jahat! Sangat jahat! Kamu membiarkan aku menunggu terlalu lama. Menghilang tiba-tiba dan kamu datang melenggang tanpa merasa bersalah di hadapanku setelah kamu ninggalin aku. Aku gak mau lepasin kamu Zi. Aku gak mau kamu tinggalin lagi.”
“ Fitria indriyani. Sadarlah kita tak mungkin bersama lagi. Ingat statusmu sekarang. Kamu pengantin orang Fit dan seharusnya kamu menghabiskan malam ini dengan Akbar. Bukan aku!”
Kulepaskan pelukanku. Kutampar Ezi dengan segenap kekuatanku. Bibiornya berdarah. Aku tak peduli. Itu tak cukup bila dibandingakan dengan sakit yang kurasakan selama ini. Sakit karena ditinggal Ezi. Suara tamparanku memecah malam kemudian hening.
“ Fit, aku tahu kamu marah banget sama aku. Aku juga tahu kedatanganku di acara pernikahanmu tak akan merubah apapun. Aku minta maaf karena telah menyianyiakanmu.” Ezi membuka pembicaraan.
“ Maaf? Hanya itu Zi? Kemana kamu selama ini? Kamu ninggalin aku tanpa alasan yang jelas dan tanpa kabar apapun. Apa mau kamu Zi? Kenapa kamu tega ngelakuin ini ke aku?”
“ Fit, seandainya kamu tahu gimana sakitnya hatiku saat aku memutuskan untk pergi dari kamu. Aku sadar kamu pasti marah. Tapi saat itu aku berharap kamu mau memaafkan aku dengan cintamu dan kamu akan setia nunggu aku sampe aku bisa jemput kamu seperti janji aku. Aku sakit Fit, Kanker hati stadium tiga. Saat aku mengetahui penyakitku. Yang kufikirkan itu kamu. Kemungkinan hidupku tinggal 35%. Gimana aku mesti bilang ke kamu tentang hal ini? Aku takut gak bisa menuhin janjiku buat jemput kamu Fit. Aku takut aku mati sebelum aku menjemputmu dan kamu kecewa”
“ Sakit Zi? Kenapa kamu gak bilang? Kenapa kamu gak biarin aku ngerawat kamu Zi?”
“ Aku tahu kamu juga sakit Fit. Kamu bisa ngedrop sewaktu-waktu. Aku gak mau kamu repot ngurusin aku dan kamu nyianyiain kuliah kamu. Aku tahu kamu bakal hancur kalau aku mati Fit. Setidaknya dengan pergi darimu aku harap kamu tetap bertahan hidup karena kamu nungguin aku.”
“ Za.. aku..., aku gak tahu apa-apa dan aku hancur saat kamu ninggalin aku. Kufikir kamu lupa sama janji kamu dan kamu milih untuk pergi dari aku karena kamu gak terima dengan keadaanku yang sakit. Aku bener-bener marah saat itu, aku pingsan bebertapa hari stelah kepergianmu dan akhirnya saat aku sadar aku memutuskan  untuk mengubur cintaku. Aku terluka Zi, sangat”
“ Dan saat itu kamu menemukan Akbar lantas kemudiau n kamngelupain aku Fit?”
“ Enggak Zi, aku gak kayak gitu. Tiga tahun aku nunggu kamu.`SZASZSAZAWQ22 a1        zq Aku gak pernah mencintai Akbar. Aku baru menerima lamarannya di malam setelah wisudaku, hari itu aku benar-benar kecewa sama kamu dan aku mutusin untk nerima akbar karena ternyata kamu gak pernah dating. Akmu gak bisa nepetin janji kamu untuk ngelamar aku di hari Wisudaku. Aku berusaha menyelesaikan studiku secepatnya.berharap kamu akan dating hari itu. Tapi ternyata yang ada buat aku tuh Akbar. Makanya aku nerima dia.”
“ Hari itu aku dating Fit, meski aku  jauh dari kamu aku tetap tahu semua hal tentang kamu. Tapi di hari wisuda itu. Aku melihatmu memeluk Akbar sangat erat. Kufikir dia calon suami kamu. Makanya aku tak menemui kamu hari itu. Esoknya aku dating ke rumah kamu dan pembantumu bilang kamu pergi dengan Akbar. Calon suamimu. Hari itu hatiku hancur. Perjuanganku untuk bertahan hidup buat kamu sama sekali gak kamu hargai. Kamu malah milih untuk nikah sama Akbar. Hari itu kufikir kamu udah benerp-bener ngelupain aku.”
“Padahal jika hari itu kamu dating aku bisa membatalkan semuanya Zi. Demi kamu aku bisa. Bahkan jika mala mini kamu mau aku pergi sama kamu aku bersedia Zi. Bawa aku pergi! Aku gak cinta Akbar.”
“ Enggak Fit, kamu adalah titipan dari Akbar untukku mala mini. Dia percaya bahwa akutak akan membawa lari kebahagiaannya. Aku harus ngembaliin kamu ke dia Fit. Harus!”
“ Jadi kamu gak cinta aku lagi Zi? Kamu marah sama aku karena aku nikah sama Akbar, iya?”
“ Bukan itu masalahnya Fit, kamu istri orang dan aku gak mau ngerebut kebahagiaan Akbar. Dia telah menjagamu selama aku pergi. Aku berterima kasih padanya atas hal itu. Mari Fit, kuantar kamu pulang pada suamimu”
Aku menangis dan semakin terisak. Ingin kukatakan tidak tapi aku telah berjanji pada Akbar bahwa aku akan kembali. Sepanjang jalan kutangisi kebodohanku karena telah berprasangka buruk pada Ezi. Terlintas Akbar di benaku. Ya, dia suamiku sekarang. Aku telah bersedia dia nikahi tanpa terpaksa. Aku harus bertanggungjawab pada pilihanku meskipun untuk itu aku mengorbankan hatiku. Tuhan, bantu aku mencintai Akbar.
Kuturuti ajakan Ezi untuk kembali ke mobil. Kembali menuju pilihanku. Aku tahu bukan Ezii yang harus kusalahkan. Aku telah memilih jalan hidupku sendiri dan itu tanpa Ezi. Terima kasih Ezi. Kamu telah memenuhi janjimu untuk kembali. Maafkan aku karena aku tak punya segudang kesabaran dan kesetiaan untuk menunggumu.

0 komentar:

Posting Komentar