Oleh Anisa Wijayanti
Seburuk apapun orang
tua, pasti ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi yang baik, lebih baik daripada
dirinya. Pada hakikatnya, setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci sebagaimana
diriwayatkan dalam Hadis Bukhari yang
artinya Setiap
anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang
menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang
ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat
ada cacat padanya? Merujuk pada hadis di atas, sebagai
orang tua kita waib mengenalkan keimanan dan dasar-dasar ilmu agama kepada
anak. Dengan pengetahuan agama yang baik, kita berharap anak mampu mengatasi
persoalan hidupnya dengan keyakinan yang kuat bahwa dia tak pernah sendiri,
Allah selalu bersamanya sehingga anak akan senantiasa diawasi betapapun kita
tak bersamanya lagi suatu saan nanti.
Pengetahuan akan
ketuhanan dan agama kita ajarkan kepada anak dari kecil. Mengajak anak
mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang dibacakan ibu dan mengajaknya shalat lima
waktu saat ibu akan melaksanakan shalat lima waktu menjadi salah satu
contohnya. Intinya, segala tindak tanduk kitalah yang akan menuntunnya menjadi
seseorang karena teladan adalah guru terbaik bagi anak. Namun, apakah suri
tauladan yang baik itu cukup? Bagaimana dengan anak yang tetap saja membangkang
walaupun sudah diajarkan kebaikan. Nah, untuk hal ini tampaknya sebagai orang tua
kita patut mengoreksi diri.
Mendapatkan anak yang
shaleh dan shalehah adalah sebuah proses panjang yang tidak hanya dimulai sejak
anak itu lahir namun jauh sebelum itu. Jika kita menginginkan keturunan yang
shaleh/shalehah maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan memilih
pasangan yang shaleh/shalehah yang akan menjadi partner kita dalam mendidik
anak. Tentu saat mendidik anak kita tak bisa melakukannya seorang diri tanpa support
dari pasangan bukan?. Tahapan selanjutnya yang tak boleh dilupakan adalah
membaca do’a sebelum bercampur untuk menghindari turutnya setan jika hubungan
menghasilkan anak. Saat anak dalam kandungan, sang orang tua mulai mendidiknya
dengan mengajarkan kebaikan. Anak dalam kandungan mampu mendengar dan merasakan
detak jantung dari sang ibu. Sang ibu yang berlaku baik, ikhlas dan tidak
emosional detak jantungnya akan lebih tenang daripada sang ibu yang senantiasa mengumbar
amarah. Perdengarkan bacaan Al-Qur’an yang dibacakan langsung oleh sang ibu
juga akan membuat anak lebih tenang dalam kandungan. Saat bayi lahir, perdengarkan
suara adzan dan iqomah lalu bersyukurlah dengan memotong hewan aqikah di hari
ke-7 atau hari ke-14 dst, potong rambutnya lalu ditimbang dan dihargakan dengan
emas yang kemudian uangnya dishadakahkan. Proses selanjutnya menjadi proses
panjang tanpa henti bagi orangtua untuk menjadi teladan bagi sang anak dan
membangun karakternya. Selain hal di atas, jangan lupa untuk memberikan hanya makanan
dan minuman yang halal bagi sang anak.
Nah bunda, ternyata
untuk mendapatkan keturunan yang shaleh/shalaehah butuh proses panjang seumur
hidup kita ya, bukan hanya pada satu fase saat anak dalam kandungan atau saat
anak masih balita saja. Bagi bunda yang punya pengalaman lain, boleh dishare
dengan mengisi kolom komentar ya?
0 komentar:
Posting Komentar