Social Icons

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Jumat, 16 Desember 2011

Kesulitan Belajar Matematika Siswa

Oleh: Anisa Wijayanti
A. Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa Menurut Henderson
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) diagnosis mempunyai arti (1) penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. (2) pemeriksaan terhadap suatu hal. Demikian pula halnya pekerjaan guru. Sebelum memberikan pembelajaran perbaikan, guru perlu terlebih dahulu mencari penyebab kesulitan belajar siswanya atau mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar.
            Ada beberapa sumber atau faktor yang patut diduga sebagai penyebab utama kesulitan belajar siswa. Sumber itu dapat berasal dari dalam diri siswa sendiri maupun dari luar diri siswa. Dari dalam diri siswa dapat disebabkan oleh faktor biologis maupun psikologis. Dari luar diri siswa, kesulitan belajar dapat bersumber dari keluarga (pendidikan orang tua, hubungan dengan keluarga, keteladanan keluarga dan sebagainya), keadaan lingkungan dan masyarakat
secara umum. Kesulitan belajar tidak dialami hanya oleh siswa yang berkemampuan di bawah rata-rata atau yang dikenal sungguh memiliki learning difficulties, tetapi dapat dialami oleh siswa dengan tingkat kemampuan manapun dari kalangan atau kelompok manapun. Tingkat dan jenis sumber kesulitannya beragam. Mengutip Brueckner dan Bond, Cooney, Davis, dan Henderson (1975) mengelompokkan sumber kesulitan itu menjadi lima faktor, yaitu:
a.       Faktor Fisiologis
Kesulitan belajar siswa dapat ditimbulkan oleh faktor fisiologis. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh kenyataan bahwa persentase kesulitan belajar siswa yang mempunyai gangguan penglihatan lebih dari pada yang tidak mengalaminya. Demikian pula kesulitan siswa yang mempunyai gangguan pendengaran lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak mengalaminya. Hal yang serupa juga terjadi pada siswa yang mempunyai gangguan neurologis (sistem syaraf). Sistem koordinasi sistem syaraf yang terganggu merupakan kendala dalam siswa belajar.
Untuk menanggulangi hal ini sebaiknya guru bekerjasama dengan pihak orangtua murid untuk mengetahui kondisi fisiologis siswa. jika terlihat tanda-tanda yang ganjil dari siswa, segera lakukan identifikasi masalah dan berkoordinasi dengan orang tua murid.

b.      Faktor Sosial
Seorang anak akan sangat dipengaruhi oleh perlakuan orang tua terhadapnya. Anak yang mengalami perhatian terkait bidang akademik yang dijalaninya akan lebih termotivasi untuk belajar jika dibandingkan dengan anak yang dibiarkan begitu saja menjalani hari-harinya bersekolah tanpa kepedulian orang tua.
Di samping itu ekonomi keluarga pun merupakan faktor sosial yang harus dihadapi anak. Anak yang terlahir di keluarga tidak mampu mendapatkan fasilitas belajar yang tentu sangat berbeda dengan anak dari keluarga yang mapan. Hal ini sudah tentu mempengaruhi perkembangan anak dalam belajar.
Dalam mengatasi masalah ini guru matematika sebaiknya  masalahnya dikaji dan penyelesaiannya mungkin memerlukan bantuan wali kelas, guru bimbingan atau pihak luar yang lebih memahami masalah siswa tersebut.
c.       Faktor Emosional
Siswa yang sering gagal mengikuti pelajaran matematika akan memiliki kecemasan yang tinggi saat belajar. Kecemasan ini membuat siswa tidak bisa berpikir rasional sehingga hasil belajarnya akan semakin memburuk. Faktor emosional juga dipengaruhi oleh obat-obatan terlarang yang dikonsumsi siswa, kurang tidur, hubungan antarpersonal yang kurang baik dan tekanan-tekanan lain yang dirasakan siswa. Mengutip Teaching About Drug Abuse (1972:22-26), Cooney dkk (1975) dinyatakan bahwa siswa yang mengkonsumsi pil ekstasi kemalasannya naik luar biasa, kadang-kadang menunjukkan perangai yang tidak rasional, depresi, tak sadar, atau sebaliknya: tertawa-tawa. Tampilannya berubah tiba-tiba, kesehatan menurun. Akibatnya siswa akan kurang menaruh perhatian terhadap pelajaran, atau mudah mengalami depresi mental, emosional, kurang ada minat membaca buku maupun menyelesaikan pekerjaan rumah. Penanganan kesulitan belajar yang disebabkan oleh hal-hal di atas sebaiknya dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi, baik psikologis, medis maupun agamis.
d.      Faktor Intelektual
Siswa terlahir dengan kemampuan yang berbeda-beda. Siswa yang memiliki kemampuan daya tilik ruang, menganalisis, dan membangun konsep-konsep yang abstrak akan lebih mudah mempelajari matematika bila dibandingkan dengan siswa yang kurang memiliki kemampuan tersebut. Dalam menanggulangi masalah ini, maka guru matematika sebaiknya melakukan pendekatan dan strategi yang bisa menjangkau semua murid dan berkonsolidasi dengan pihak orang tua murid.
e.       Faktor Pedagogis
Di antara penyebab kesulitan belajar siswa yang sering dijumpai adalah faktor kurang tepatnya guru mengelola pembelajaran dan menerapkan metodologi. Misalnya guru masih kurang memperhatikan kemampuanawal yang dimiliki siswa, guru langsung masuk ke materi baru. Ketika terbentur kesulitan siswa dalam pemahaman, guru mengulang pengetahuan dasar yang diperlukan. Kemudian melanjutkan lagi materi baru yang pembelajarannya terpenggal. Jika ini berlangsung dan bahkan tidak hanya sekali dalam suatu tatap muka, maka akan muncul kesulitan umum yaitu kebingungan karena tidak terstrukturnya bahan ajar yang mendukung tercapainya suatu kompetensi. Dalam mengatasi masalah ini diperlukan kejelian guru dalam mengevaluasi setiap metode/ strategi yang dilakukannya dikaitkan dengan ketercapaian tujuan belajar.

B. Identifikasi Kesulitan Belajar Matematika
Selain faktor lain yang menyebabkan kesulitan seperti yang diungkapkan oleh Brueckner dan Bond, Cooney, Davis, dan Henderson (1975). Terdapat beberapa kesulitan belajar dari segi materi seperti yang diungkapkan oleh Widdiharto (2008) sebagai berikut:
a.       Kesulitan dalam profil penguasaan materi.
      Siswa berbeda-beda dan merupakan individu yang unik. Siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Terkadang siswa mampu dalam suatu materi tapi sangat lemah dalam materi lain. Hal ini wajar karena setiap materi memiliki kerumitan yang berbeda-beda. Untuk menanggulangi hal ini guru perlu memiliki data untuk mengetahui kemampuan siswa terhadap materi yang diajarkan. Salah satu cara untuk mengetahui mampu tidaknya siswa terhadap materi tersebut dilakukan melalui tes. Misalnya saja siswa lemah dalam pemahaman tentang bilangan pecahan, dibandingkan pemahamannya terhadap bilangan bulat. Contoh lainnya siswa lemah dalam pemahaman tentang keliling lingkaran, dibandingkan pemahamannya terhadap luas lingkaran. Dengan data ini, dapat diasumsikan tentang sesuatu penyebab kesulitan tersebut.
b.      Kesulitan dalam menguasai prasyarat pengetahuan.
Saat mengajar matematika, mungkin akan ditemukan sebuah situasi dimana siswa yang terdapat di suatu kelas dimana siswanya memiliki pengetahuan prasyarat yang berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan siswa yang satu dan yang lainnya memiliki start yang berbeda dalam belajar. Untuk menanggulangi hal ini, guru harus mengetahui seberapa besar pengetahuan siswa terhadap pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai sebelum mempelajari suatu materi. Sebagai contoh ketika kepada siswa diberikan dua buah persegi panjang beserta ukurannya, lalu yang ditanyakan adalah perbandingan luas kedua persegi panjang tersebut. Siswa terkadang tidak memahami luas persegi panjang sehingga tidak dapat menyelesaikan soal. Jika guru telah mengetahui bahwa penguasaan prasyarat telah dipenuhi, maka guru bisa melanjutkan materi, tapi jika belum, maka sebaiknya guru menjelaskannya terlebih dahulu.
c.       Kesalahan konsep dalam belajar.
      Satu orang guru harus menghadapi banyak siswa. hal ini merupakan suatu kelemahan dalam proses pembelajaran yang menjadi salah satu penyebab kesalahan konsep dalam diri siswa. terkadang kondisi belajar yang sifatnya klasikal membuat guru tidak bisa mengecek dengan jelas konsep yang terbangun dalam benak siswa satu persatu. Kesalahan konsep saat belajar akan berakibat pada sulitnya mempelajari matematika.
            Untuk mengatasi masalah ini sebaiknya guru membuat soal yang bisa mengukur kompetensi pemahaman siswa sebagai tes pada setiap akhir bab materi yang diberikan, sehingga guru bisa mendeteksi kesalahan-kesalahan konsep yang dialami siswa.

C. Kesalahan dalam Mengerjakan Soal.
            Selain kesulitan-kesulitan yang umum seperti di atas, akan dipaparkan kesulitan yang lebih terperinci yakni kesulitan dalam mengerjakan soal matematika. Kesulitan dalam mengerjakan soal matematika diantaranya disebabkan oleh kesalahan dalam mengerjakan soal, pembahasannya  adalah sebagai berikut.
Tinjauan tentang kesalahan-kesalahan siswa dalam menyelesaikan beberapa soal matematika berkaitan dengan ketrampilan komputasi dan kesalahan konsep matematika dapat dicermati pada beberapa contoh soal Tes Standar SMP Tahun 2003 (Widdiharto, 2004) yang dilaksanakan di 10 propinsi yaitu Riau (Pekanbaru), Bali (Denpasar), Bengkulu (Bengkulu), Jawa Barat (Bandung), Jawa Tengah (Semarang), Kalimantan Barat (Pontianak), NTB (Mataram), NTT (Kupang), Sulawesi Utara (Manado), Sulawesi Tengah (Palu), Sulawesi Selatan (Makssar) oleh PPPG Matematika seperti berikut ini.
a.       Kesalahan Pemahaman Konsep dalam Aritmetika
Contoh : Soal No. 5 Tes Standar PPPG Matematika Yogyakarta tahun 2003

Di antara 512 siswa SMP atau responden yang menjawab benar  B hanyalah 7,33%, sebagian besar menjawab C ( 42,33%) sedangkan sisanya 21,33% menjawab A; 3,33% menjawab D, dan 22,00% tidak menjawab atau dikosongkan. Apabila kita cermati kesalahan yang paling banyak
dilakukan oleh siswa adalah kesalahan dalam hal kekurang pahaman kaidah komputasi aljabar. Siswa tidak mengetahui syarat dan tidak mengetahui bahwa langkah pertama operasi penjumlahan pecahan adalah menyamakan dahulu penyebutnya, kemudian baru menjumlahkan komponen-komponen seletak yakni pembilang dengan pembilang.
Langkah remidi yang bisa dilakukan terhadap kesalahan sebagaimana yang
dilakukan siswa di atas adalah sebagai berikut :
a. Mengulang atau menjelaskan kembali syarat operasi penjumlahan/ pengurangan pecahan   yakni menyamakan dulu penyebutnya.
b. Pengulangan bisa dilakukan dimulai dengan penjumlahan/pengurangan pecahan dalam bentuk yang sederhana misalnya : dan seterusnya.
c. Untuk dapat menyamakan penyebut, diingatkan atau dijelaskan kembali dalam menentukan KPK dari kedua penyebutnya. Misalnya pada
penjumlahan KPK dari 3 dan 4 adalah 12.
d. Setelah itu mulai dibuat variasi penyebut yang memuat variabel misalnya
dan seterusnya.
e. Apabila bentuk penyebutnya memuat variabel seperti pada butir 4 di atas, siswa diarahkan untuk  mengulang kembali perkalian antara suku satu, suku dua, juga pemfaktorannya. Untuk menyamakan penyebut x dan 3x digunakan penyebut 3x dalam operasi penjumlahannya, demikian juga untuk menyamakan penyebut x2 dengan 2x digunakan penyebut 2x2 dalam operasi penjumlahannya.
f. Setelah penyebutnya sama, siswa diingatkan tentang pecahan yang senilai atau sebanding, sebagai contoh  adalah sebanding atau senilai dengan ;  pecahan  sebanding atau senilai dengan   ; dan seterusnya.
g. Apabila penyebutnya telah sama dan pembilangnya sudah diubah menjadi pecahan yang sebanding    dengan nilai pecahan sebelumnya, maka penjumlahan dari dua pecahan tersebut dapat dilakukan dengan menjumlahkan seperti pada operasi bilangan bulat dengan elemenelemen yang seletak. Pembilang dijumlah dengan pembilang, sementara penyebutnya telah sama yakni KPK dari penyebut sebelumnya.
2. Kesalahan Pemahaman Konsep dalam Aljabar

       Dari 512 siswa atau responden yang menjawab benar A adalah 17, 67%; 5,00% siswa menjawab C; 28,33% menjawab B dan 41, 67% siswa tidak mengerjakan. Hanya sedikit siswa yang menjawab benar. Hal itu karena mereka sudah merasa bingung melihat notasi pertidaksamaan serta kurang memahami konsep pertidaksamaan. Dari apa yang dikerjakan oleh siswa tersebut, sebenarnya dia sudah cukup bagus dalam operasi aljabar dari langkah ke1 sampai dengan ke 5, sementara pada langkah ke 6 siswa terjadi kesalahan karena ketika mengalikan kedua ruas dengan , notasi pertidaksamaannya
tidak dibalik. Berikut ini langkah remidi yang bisa dilakukan.
a. Mengulang atau menjelaskan kembali tentang pemahaman pertidaksamaan; <, >, <, > pada bilangan bulat dengan contoh yang sederhana, misalnya 2 < 7; 6 > 3; -3 < 5; 3 > 3; dan seterusnya.
b. Setelah paham, dilanjutkan dengan pertidaksamaan yang memuat variabel dengan operasi penjumlahan atau pengurangan yang sederhana, misalnya: 2 + x < 6; x - 5 > 3; dan seterusnya.
c. Untuk menyelesaikan butir 2, akan lebih baik jika digambarkan dengan garis bilangan (tidak secara aljabar semata), sehingga akan kelihatan mana daerah yang memenuhi dan mana yang tidak memenuhi penyelesaian,
e. Selanjutnya untuk menunjukkan bahwa apabila pertidaksamaan kedua ruas dikalikan dengan bilangan negatif, bisa dimulai dengan pendekatan induktif misalnya :
1) 2 < 7 adalah pernyataan yang benar dan apabila kedua ruas dikalikan dengan (-1) diperoleh :  2 < -7 sehingga diperoleh penyataan yang tidak benar karena -2 < -7. Supaya pernyataan tersebut menjadi benar notasi pertidaksamaan harus dibalik, yaitu: -2 > -7
2) 2 > -4 adalah pernyataan yang benar dan apabila kedua ruas dikalikan dengan (), diperoleh: -1 > 2, sehingga diperoleh pernyataan yang tidak benar karena -1 > 2. Supaya pernyataan menjadi benar notasi pertidaksamaan harus dibalik, yaitu: -1 < 2
3) -3 < -2 adalah pernyataan yang benar dan apabila kedua ruas dikalikan dengan (), diperoleh 1 <  , sehingga diperoleh pernyataan yang tidak benar karena 1 < . Supaya pernyataan menjadi benar notasi pertidaksamaan harus dibalik, yaitu: 1 > , dan seterusnya.
4) Kesimpulan: Dalam pengerjaan pertidaksamaan apabila kedua ruas dikalikan dengan bilangan negatif maka notasi pertidaksamaannya harus dibalik.
3. Kesalahan Pemahaman dalam Konsep Geometri
Contoh 1: Tes Standar No. 13 PPPG Matematika Yogyakarta tahun 2003
Sebagian besar responden sudah benar dalam menjawab (54%), tetapi ada sekitar 23,4% siswa yang tidak mengisi, dan sisanya salah menjawab. Jika kita perhatikan pekerjaan siswa di atas, maka siswa tersebut kurang paham dalam hal kesebangunan bangun geometri, juga pemahaman tentang perbandingan.
Kesalahan ini tidak akan terjadi apabila siswa telah memahami bahwa apabila AB sejajar CD , dan TA = AC maka 􀁕TAB 􀁕TCD , sehingga diperoleh hubungan TA : TC = AB : CD maka
AB : CD = 1 : 2. Langkah remidi yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Diawali dengan mengulang kembali konsep kesebangunan yang sederhana dari dua buah persegi panjang dengan melihat aspek sisinya maupun besar sudutnya,
b. Selanjutnya konsep tentang dua garis sejajar yang dipotong oleh sebuah garis lurus, sudut sehadap, dan seterusnya,
c. Apabila dua hal pemahaman di atas sudah jelas maka diarahkan pada sebuah segitiga seperti pada soal di atas yakni segitiga TCD dimana di tengah sisi TC ada garis AB sejajar dengan sisi CD,
d. Kemudian siswa diminta untuk mengamati adanya dua buah segitiga yang kongruen dengan memilih kaidah kekongruenan yang mana : ss, ss, ss ; ss, sd, ss; atau sd, ss, sd.
e. Setelah itu guru membimbing untuk membandingkan sisi yang ditanyakan pada soal yang dimaksud.







0 komentar:

Posting Komentar